Tampilkan postingan dengan label recomended. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label recomended. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 November 2012

5 cm. Dreams, Faith, Fight

Di atas puncak tertinggi Jawa
5 sahabat, 2 cinta, sebuah mimpi
mengubah segalanya



5 cm adalah karya Donny Dhirgantoro yang pertama saya baca ketika saya menginjak kelas 1 SMA. Buku ini akan tampil ke layar lebar yang akan direlease 12.12.12 yang akan datang. Hal ini membuat saya ingin mengulang membacanya lagi, kembali mencari kepercayaan dan tekad, kembali menghidupkan mimpi, memaknai hidup, dan mensyukuri persahabatan.

Lima sahabat akhirnya bertemu kembali setelah 3 bulan yang telah disepakati bersama untuk mengisolasi diri satu sama lain. Adalah Genta, Riani, Ian, Zafran, Arial dengan segala hal - hal luar biasa dalam diri mereka. Tidak ada yang lebih berharga daripada memiliki sahabat baik dan menjadi diri sendiri.

Tiga bulan yang telah menggulung mereka dalam masing - masing kehidupan.

Pertemuan mereka dirayakan dengan mendaki tanah tertinggi di Jawa atas ide rahasia Genta. Stasiun Senen dan Kereta Api Kelas Ekonomi MATARMAJA mengantarkan mereka pada sebuah petualangan baru, hati dan spiritual. Petualangan yang mengantar mereka menjadi pribadi - pribadi yang baru.


Di buku ini saya jatuh cinta pada sosok Genta. Genta yang matang dan penuh perencanaan, penuh kejutan, berwawasan luas. Genta bertanggung jawab atas petualangan ini. Genta tempat harapan dan kepercayaan teman - temannya bahwa mereka mampu, berdiri di Puncak Mahameru.
Dan tidak ada ada begitu banyak hal terlewat selain kalian saling menyukai. Perasaan tumbuh tanpa perlu dipupuk. Donny menghadirkan kisah cinta yang tidak murahan. Perlu kepingan - kepingan keberanian yang dipuzzles atu persatu untuk berani mencintai.
Donny juga menghadirkan semangat jiwa muda yang sarat nasionalisme. Kecintaan pada tanah air Indonesia ditumbuhkan dalam buku ini, meskipun dengan segala bentuk kebobrokan yang merajalela.

"Dan selama ribuan langkah kaki ini, selama hati ini bertekad, hingga semuanya bisa terwujud sampai disini, jangan pernah sekali pun mau menyerah mimpi - mimpi kita..Saya Riani, saya mencintai tanah ini dengan seluruh hati saya.."

"Mimpi - mimpi kamu, cita - cita kamu, apa yang kamu mau kejar taruh di sini. Jangan menempel di kening. Biarkan dia menggantung, mengambang, 5 centimeter di depan kening kamu...."

"Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hai, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalau kamu percata sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejaenyaa sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita - cita, keyakinan diri."

"Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang dekat kening kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu....cuma....."

"Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad tang seribu kali lebih keras dari baja.
Dan hati yang akan lebih keras dari biasanya. 
.............serta mulut yang akan selalu berdoa"

"Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan cuma seonggok daging yang punya nama. Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa - biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Tapi seseorang yang selalu percaya akan keajaiban mimpi keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka. Dan kamu nggak perlu bukti apakah mimpi - mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya"

"Percaya pada... 5 cm di depan kening kamu"

note to self.
teaser 5 cm benar2 megah

Mahameru
Suatu hari nanti akan ikut upacara kemerdekaan di puncaknya. Amin

Kamis, 08 November 2012

The Minds of Billy Milligan



Bercerita tentang kisah hidup William Stanley Milligan, atau biasa dipanggil Billy. Awalnya, saya tidak memahami bagaimana seseorang bisa memiliki sekian banyak kepribadian di dalam dirinya. Kata seorang teman, dari teori ketimuran yang sempat ia pelajari, memang ada "pemain-pemain" dalam diri kita, yang menjadi transformasi sikap dan tindak tanduk kita sehari - hari. Perbedaannya adalah, kita masih mampu untuk mengandalikan tingkah laku "mereka". Berbeda dengan Billy.

24 orang hidup dalam sosok Billy Milligan, dengan Billy sebagai pribadi inti, dengan 22 alter ego lainnya, sampai kemunculan sosok tanpa nama, Sang Guru, yang merupakan fusi dari semua pribadi dalam diri Billy.

Betapa saya berdecak, hingga meneteskan air mata, bahkan tercengang membaca buku ini, menyaksikan Billy mengalami disosiasi luar biasa besar hingga terpecah menjadi kepribadian - kepribadian dalam diri Billy akibat kehidupan keras yang dia alami dan perilaku sadistis ayah tirinya, Chalmer, terhadapnya.

Saya memandang kepribadian - kepribadian ini sebagai orang - orang yang berlainan. Saya berkenalan dengan Arthur, Ragen, Allen, Danny, David, Tommy, Christene, Christopher, Adalana bahkan termasuk pribadi - pribadi yang tidak diinginkan. Bagaimana Billy mengalami trance kemudian mereka bergantian dengan sifat yang sangat menonjol. Bagaimana mereka satu per satu tercipta, berpikir, bertindak, berkomunikasi, sampai tercipta kesadaran akan kehadiran satu sama lain dan kemudian hidup dalam aturan yang terorganisasi, meskipun seringkali mengalami masa kacau balau.

Kepribadian alter ego ini tercipta untuk melindungi pribadi inti, Billy, dari kematian dan kekerasan hidup yang ditimpanya. Billy, sang pribadi inti, telah kehilangan waktu selama delapan tahun sejak diselamatkan oleh alterego bernama Ragen (rage again) ketika Billy berusaha bunuh diri dengan melompat dari gedung sekolah di usia 16 tahun. Sejak saat itu, Billy tertidur, dan tempat utama ditempati oleh sosok alterego secara bergantian.

Billy Milligan ditangkap akibat serangkaian tidakan kriminal yang dilakukan Philip dan Kevin (kepribadian) dan mengalami tindak pidana yang keras di Penjara Lebanon. Kemudian, lagi - lagi Billy tertangkap akibat tuduhan pemerkosaan dan pencurian kepada tiga mahasiswi di Ohio State University. Dengan bantuan pembela, dan beberapa pihak yang menyadari bahwa Billy berbeda, Billy menjalani proses pengobatan. Diawali dengan pengobatan di Rumah Sakit Harding, terapi demi terapi dilakukan. Setelah melakukan pembelaan hukum bersama dengan timnya, pengobatan dilanjutkan ke Athens, salah satu rumah sakit negara dalam yurisdiksi pengadilan. Tim pembelanya dengan bantuan Dr. Caul, seorang psikiater yang berempati pada Billy, berupaya membuktikan—di tengah intervensi politisi dan pengadilan publik via media massa–bahwa Billy tidak bersalah karena semua tindak kriminal tersebut dilakukan tanpa disadari pribadi inti.Billy pun menjadi penderita kepribadian majemuk yang mengalami perawatan intensif di rumah sakit. Saya tidak menyangka bahwa kepribadian-kepribadian ini sanggup bekerja sama demi kesembuhan Billy hingga kepribadiannya perlahan terfusi. Tapi hati saya kembali teriris ketika Billy mengalami disosiasi besar - besaran kembali di buku ini akibat perilaku pers yang penuh dengan tekanan bagi Billy yang sedang bersusah payah berjuang untuk kesembuhannya.

Tidak sabar untuk membaca lanjutannya, Pertarungan Jiwa Billy.

Jumat, 08 Juni 2012

9 Summers 10 Autumns




Saya membaca buku ini di momen yang tepat ketika saya sedang membutuhkan nafas segar di tengah engapnya dunia perkuliahan. Buku ini mengantarkan saya pada hangatnya kasih sayang keluarga, manisnya perjuangan, dan luar biasanya efek pendidikan.

Ditulis berdasarkan kisah nyata, Iwan Setiawan, yang menghabiskan masa kecilnya di rumah berukuran 6x7 meter yang beralaskan semen, di kaki Gunung Panderman, Kota Batu, Malang. Rumah yang mengantarnya menjadi direktur di Nielsen New York, United State of America. Rumah yang ia bagi bertujuh bersama ayahnya, ibunya, dan empat saudara perempuannya. Dari rumah ini, mimpi demi mimpi pun lahir. Mimpi untuk membangun kamar di atas dapur, di rumah mungilnya. 
Ayahnya seorang supir angkot yang tidak bisa mengingat tanggal lahirnya dan ibunya tidak tamat sekolah dasar. Permasalahan ekonomi hidup bersama keluarga ini, yang membuat ia dan saudaranya mencari tambahan uang dengan mengecat boneka kayu di rumah tetangganya, membantu tetangga berdagang di pasar, dan berjualan di saat bulan puasa. Sahabat kecilnya bukanlah mainan, mobil - mobilan, atau boneka barbie, melainkan buku - buku pelajaran. Melalui pendidikan, matahari mulai bersinar di atas rumah kecil ini, membentangkan jalan keluar dari penderitaan.
  
“Aku tidak bisa memilih masa kecilku”

Buku ini menampar saya, malu. Saya yang menghabiskan masa kecil di rumah beralaskan keramik, yang diberikan fasilitas dan kecukupan, tidur di atas empuknya spring bed, masih bisa – bisa nya tidak bersyukur dengan tidak belajar bersungguh sungguh. Berkali kali mengalami demotivasi diri, takut bermimpi, kembung ilmu (yang padahal mungkin cuma masuk angin). Kalah dengan sosok yang terlahir di rumah beralaskan semen, yang tidur di atas dipan bambu. Dengan kegigihan, ia berhasil melepaskan belenggu penderitaan keluarganya, dan mampu mengangkat harkat keluarga.

Melewati 9 musim panas dan 10 musim gugur, gemerlap New York telah memikat Iwan Setiawan, sampai akhirnya ia kembali ke rumah kecilnya di kaki Gunung Panderman, kembali ke keluarganya. 
Seindah apapun negeri lain, seindah apapun Paris, London, New York, atau kota manapun di dunia ini, tidak ada tempat yang lebih indah dan lebih nyaman dari rumah. Dimana mimpi terlahir, pelajaran hidup diecap, dan perjalanan hidup dimulai.

Ibu, Papa, Mas Aji, di usia saya 18 yang akan menginjak 19 ini, izinkan Tika untuk meminta maaf. Tika belum bisa membawa kesuksesan Tika ke pangkuan kalian. 18 tahun rasanya sudah terlalu lama untuk membuat kalian tersenyum bangga, namun terasa terlalu cepat berlalu. Terima kasih atas segalanya yang telah kalian kasih buat Tika. Terima kasih atas gelombang kasih yang mengalir tanpa pernah surut.

Tetap jaga semangatmu, Dwi Mustika Handayani. Hidup tidak boleh biasa – biasa saja :)