Kamis, 15 Mei 2014

Aku dan Buku

Sejak kecil, aku jatuh cinta pada buku.

Ketika perempuan seusiaku kini mungkin lebih memilih membeli pakaian, sepatu, atau peralatan make up, aku akan lebih memilih menghabiskan uangku di toko buku.


Suatu hari nanti, akan kubacakan anakku cerita sebelum tidur, sebelum aku mengecup keningnya dan merangkulnya dalam dekapanku. Lalu mulutku tidak akan hentinya merapalkan doa, supaya anakku kelah menjadi anak yang shalih/ah, cerdas, dan berguna.

Ini kisah tentang bagaimana kecintaanku pada buku tumbuh.

Awalnya, bapak sering menceritakan kepadaku berbagai kisah yang menarik. Tentang si kuntul, wilwocipi, the arabian nights, hingga kisah para nabi. Sampai aku paham, bahwa selain kisah si kuntul dan wilwocipi yang bapak buat sendiri, aku dapat menemukan kisah lainnya dalam buku. Mungkin juga berjuta kisah lain yang belum sempat Bapak ceritakan.

Aku belajar membaca lebih dini dari anak lain seusiaku. Aku belajar membaca dari Mas Aji, kakakku, di sela sela waktu belajarnya. Mas Aji sabar mengajari aku membaca, hanya saja ketika dia serius belajar, dia akan menjadi tidak sabar. Pernah suatu hari ketika dia sedang serius belajar, aku kecil rewel mengganggunya untuk diajari membaca dan membuatnya kesal.

Sampai akhirnya ibuku memberikan aku buku, supaya tidak lagi mengganggu Mas Aji belajar.



Begitulah, hari – hari pertama kedekatanku dengan buku. Empat komik seri kisah hidup Rasulullah, dari kelahiran Sang Nabi, hingga Isra Mi’raj. Kubaca berulang kali, hingga lelap mendekap komik tersebut, atau terkadang saat sedang bosan, aku akan mulai mewarnai gambar-gambarnya.

Aku sangat senang ketika ibu membelikanku susu formula kotak berhadiah buku cerita. Kalau kalian ingat, buku ini tipis, ukurannya sekitar A5, dan penuh warna. Menyenangkan. Tidak perlu waktu lama untuk membacanya. Dan aku akan meminta ibu untuk membeli susu formula lagi.

Lalu ibuku, dengan segala keterbatasan yang keluarga kami miliki, melanggan majalah anak-anak ketika aku mulai menginjak bangku Taman Kanak Kanak, majalah Aku Anak Sholeh. Ibuku berlangganan majalah Ummi. Kami berdua sama sama membaca. Di halaman tengah majalah ibu, ada cerita bergambar pendek, sekitar dua halaman. Aku akan membaca majalah ibu hanya di bagian ini saja. Selalu. Lalu suatu hari ibu memotong semua cerita bergambar di majalahnya, dan menjadikannya satu booklet cerita untukku.

Ketika mulai masuk ke jenjang sekolah dasar, aku mulai membaca majalah anak – anak lain sesuai dengan bertambahnya usiaku. Kamis pagi menjadi hari wajib bangun pagi untuk menunggu loper koran lewat di depan rumah. Juga mulai merambah ke buku serial anak – anak lain. Donald Duck, Alladin, Sindbad, Doraemon, Conan..

Pernah suatu hari, ibu memesankanku dua buku cerita untuk hadiah ulang tahunku. Buku Cinderella dan Timun Mas. Tapi buku ini berbeda, Ibu menjadikanku tokoh dalam cerita. Tokoh Cinderella dan Timun Mas dalam cerita itu bernama Tika. Iya, aku adalah Cinderella, aku juga Timun Mas. Aku menjadi bagian dalam cerita :)
 
Mas Aji juga gemar membaca. Ah, saya beruntung sekali terlahir di keluarga yang membudayakan membaca di rumah. Namun, perbedaan usia kami cukup jauh dan aku belum siap membaca buku – buku tebal seperti yang Mas Aji baca. Keluarga kami pun bukan keluarga yang bisa membeli segalanya, tapi Allah memang Maha Pengasih. Kami selalu dicukupkan. Allah tetap memberiku jalan untuk menjaga hubungan akrab dengan buku. Ada taman baca kecil di dekat rumahku, cukup dengan jalan kaki atau bersepeda.

Aku sering berkunjung ke tempat itu sejak kelas 3 SD. Menyempatkan hadir untuk meminjam barang satu atau dua buku di sela-sela jam tidur siang. Yang akan aku baca sore hari setelah tidur siang, sebelum mengaji dan belajar selepas maghrib. Dari sana, aku mulai mengenal novel anak-anak, termasuk novel terjemahan, dari seri petualangan Enid Blyton, C.S Lewis, hingga Roald Dahl. Aku juga berkenalan dengan serial Goosebumps, bahkan aku membaca buku misteri R.L. Stine sampai ketakutan sendiri.

Pernah suatu hari di usiaku yang menginjak 20, sempat aku melihat koleksi lengkap seri petualangan Enid Blyton yang dulu menemani masa kecilku. Ada total 3 seri. Namun harganya melonjak mahal, maklum, seri buku lama. Akhirnya aku merogoh uang untuk membeli seri 5 sekawan Enid Blyton. Aku seperti menemukan kembali masa kecilku :)

Ketika aku kelas 6 SD, Mas Aji membelikan aku buku bacaan yang lebih tebal dari yang biasanya aku baca, dan berkata padaku bahwa sudah saatnya aku mengupgrade bacaanku. Kemudian Mas Aji juga memperkenalkanku dengan kisah David Pelzer dan Harry Potter. Saat itulah, aku tidak menyangka bahwa Mas Aji mengantarkanku pada buku favoritku.

Ya, waktu berjalan seiring aku tumbuh besar, Aku tumbuh bersama buku. Namun di usia remajaku, aku hanya sebentar menyentuh buku dengan genre teenlit. Ternyata, aku sudah mulai paham mengenai selera bukuku. Dan aku tidak bisa terlalu lama bersama teenlit. Aku lebih suka novel genre lain. Aku juga sudah berkenalan dengan Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh milik Dewi Lestari di bangku SMP. Di usia ini pula, aku berkenalan dengan novel berbahasa inggris melalui Alice in Wonderland milik Lewis Carroll, buku pertamaku (well..sebenarnya buku Mas Aji sih). Aku susah susah membacanya.


Ya, begitulah, ocehan singkat bagaimana aku bisa dekat dengan buku.

Aku selalu bermimpi memiliki perpustakaan dan taman bacaku sendiri, suatu hari nanti 
Dear readers, doakan semoga segera terwujud ya.. :)


-dwimustika-